Analisis Hadis Tematik tentang Joget Tren Velocity di Media Sosial
Minggu, 15 Juni 2025 23:20 WIB
Velocity, Hadis, Tematik
Oleh:
Moh. Fakhrudin
Sahrul Maulana
Abstrak: Kajian ini menyingkap Sunnah Nabi melalui pendekatan tematik-analitik terhadap hadis-hadis tentang permainan dan tarian orang-orang Habasyah di masjid pada hari raya. Dengan menjadikan hadis riwayat Muslim sebagai inti, lalu diperkuat dengan hadis-hadis pendukung dari Bukhari, Ahmad, dan lainnya. Sikap Nabi yang membiarkan bahkan memfasilitasi Sayyidah ‘Aisyah menyaksikan pertunjukan menjadi bukti otentik bahwa kesenian, dalam bentuknya yang bermartabat, dapat hadir sebagai bagian dari keindahan Islam. Hal ini menunjukkan bahwa Islam tidak mempermasalahkan budaya selama tidak melanggar prinsip-prinsip syariat.Pemaknaan kata, takhrij, dan syarah para ulama seperti Imam Nawawi, Al-Baghawi, dan Ibnu Hajar, mengafirmasi bahwa "zafn" atau tarian yang disebut dalam hadis merupakan permainan bersenjata yang bernilai simbolik dan kultural, bukan bentuk hiburan bebas. Hasil kajian ini menegaskan bahwa Islam bukan agama yang membelenggu kegembiraan, tetapi membimbingnya dalam koridor etika dan nilai. Dalam konteks tren modern seperti joget Velocity di media sosial, hadis ini memberi dasar normatif untuk membedakan antara hiburan yang diridhai dan yang terlarang. Maka, Islam adalah agama yang tidak hanya membolehkan seni, tetapi mengarahkan seni agar menjadi jalan menuju makna, bukan sekadar pelarian dari hampa.
Kata Kunci: Velocity, Hadis, Tematik
Abstract:
This study explores the Sunnah of the Prophet through a thematic-analytical approach to the hadiths regarding the games and dances of the Habashah people in the mosque during the Eid celebration. Centering on the hadith narrated by Muslim and further supported by other hadiths from Bukhari, Ahmad, and others. The Prophet’s stance in allowing and even facilitating Sayyidah ‘Aishah to watch the performance serves as authentic evidence that art, in its dignified form, can be part of the beauty of Islam. This indicates that Islam does not object to cultural practices as long as they do not violate the principles of Sharia. The interpretation of terms, takhrij, and explanations by scholars such as Imam Nawawi, Al-Baghawi, and Ibn Hajar affirm that "zafn," or dance mentioned in the hadith, refers to a symbolic and cultural armed performance rather than unrestricted entertainment. The findings of this study emphasize that Islam is not a religion that restrains joy but rather guides it within the framework of ethics and values. In the context of modern trends like the Velocity dance on social media, this hadith provides a normative basis to distinguish between permissible entertainment and prohib ited forms. Thus, Islam is a religion that not only permits art but directs it to become a path to meaning rather than merely an escape from emptiness.
Keywords: Velocity, Hadith, Thematic
Pendahuluan
Dalam era digital yang semakin berkembang pesat seperti saat ini, media sosial telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat. Berbagai platform seperti TikTok, Instagram, dan YouTube Shorts memberikan ruang luas bagi pengguna, khususnya generasi muda, untuk mengekspresikan diri dalam bentuk video singkat. Salah satu bentuk ekspresi yang saat ini tengah populer dan menjadi tren luas di kalangan anak muda adalah joget Velocity sebuah tren video yang memadukan gerakan tubuh dengan efek audio visual yang cepat dan dinamis.
Tren ini tidak hanya menyebar secara viral, tetapi juga telah menjadi gaya hidup baru yang diikuti oleh berbagai kalangan, mulai dari pelajar, mahasiswa, hingga selebritas dunia maya. Sayangnya, tidak sedikit dari konten joget Velocity ini yang mempertontonkan gerakan tubuh dengan pakaian yang kurang pantas, ekspresi berlebihan, bahkan terkadang menggiring kepada nuansa sensualitas yang tak sejalan dengan nilai-nilai moral dan keagamaan. Tak jarang pula, tren ini menjerumuskan para pelaku, khususnya perempuan ke dalam pandangan masyarakat yang hanya menilai dari sisi fisik, estetika tubuh, dan popularitas semu.
Fenomena ini menimbulkan pertanyaan penting dalam perspektif Islam, terutama berkaitan dengan etika pergaulan, adab dalam mengekspresikan diri, serta batasan aurat dan kemuliaan diri (izzah). Bagaimana Islam memandang ekspresi diri di ruang publik yang cenderung membuka peluang fitnah? Apakah ada tuntunan dari Nabi Muhammad ﷺ terkait menjaga kehormatan, menghindari tabarruj (berhias berlebihan di hadapan non-mahram), dan menahan diri dari perilaku yang menjurus pada kemaksiatan meskipun dalam konteks hiburan atau seni?
Dalam kajian keislaman, hadits Nabi ﷺ menjadi sumber penting setelah Al-Qur’an dalam memberikan tuntunan dan pedoman hidup umat. Melalui hadits, kita tidak hanya memperoleh hukum-hukum syariat, tetapi juga nilai-nilai moral, panduan sosial, dan etika yang dibutuhkan dalam menyikapi berbagai fenomena kontemporer. Maka dari itu, metode tematik analitis dipandang relevan untuk mengkaji fenomena joget Velocity. Metode ini memungkinkan kita untuk mengumpulkan sejumlah hadits yang berkaitan dengan suatu tema tertentu dalam hal ini tentang menjaga kehormatan, larangan tabarruj, serta pentingnya menahan hawa nafsu dalam rangka menjaga diri dari fitnah—kemudian dianalisis secara mendalam dalam satu kesatuan topik yang utuh dan menyeluruh.
Dengan menggunakan pendekatan ini, artikel ini akan menggali pemahaman hadits-hadits Nabi ﷺ yang relevan dengan fenomena tersebut. Fokus utamanya adalah melihat bagaimana Islam memberikan rambu-rambu dalam mengekspresikan diri, khususnya di ranah publik digital, serta bagaimana hadits-hadits tersebut mampu menjadi filter moral dalam menghadapi derasnya arus budaya populer yang seringkali bertentangan dengan nilai-nilai Islam.
Penulisan ini juga bertujuan untuk memberikan kesadaran kepada generasi muda Muslim agar lebih bijak dalam menggunakan media sosial. Tidak hanya sebagai ruang hiburan, tetapi juga sebagai lahan amal dan dakwah yang tetap berada dalam koridor syariat. Selain itu, diharapkan kajian ini dapat menjadi sumbangsih ilmiah dalam membangun literasi hadits yang kontekstual, kritis, dan aplikatif di tengah tantangan zaman yang terus berubah.
Isi dan Pembahasan
Metode Tematis: Analitik
- Memilih Hadis Khusus
Hadis yang dijadikan sebagai fokus utama:
جَاءَ حَبَشٌ يَزْفِنُونَ فِي يَوْمِ عِيدٍ فِي الْمَسْجِدِ، فَدَعَانِي النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَوَضَعْتُ رَأْسِي عَلَى مَنْكِبِهِ، فَجَعَلْتُ أَنْظُرُ إِلَى لَعِبِهِمْ حَتَّى كُنْتُ أَنَا الَّتِي أَنْصَرِفُ عَنِ النَّظَرِ إِلَيْهِمْ.
- Mengumpulkan Hadis-Hadis Sekunder (Tābi‘-Syāhid)
- Hadis Pendukung 1
كَانَتِ الْحَبَشَةُ يَزْفِنُونَ بَيْنَ يَدَي رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَيَرْقُصُونَ وَيَقُولُونَ: مُحَمَّدٌ عَبْدٌ صَالِحٌ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَا يَقُولُونَ؟ قَالُوا: يَقُولُونَ: مُحَمَّدٌ عَبْدٌ صَالِحٌ.
- Hadis Pendukung 2
كَانَ الْحَبَشُ يَلْعَبُونَ بِحِرَابِهِمْ، فَسَتَرَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنَا أَنْظُرُ، فَمَا زِلْتُ أَنْظُرُ حَتَّى كُنْتُ أَنَا الَّتِي أَنْصَرِفُ فَاقْدُرُوا قَدْرَ الْجَارِيَةِ الْحَدِيثَةِ السِّنِّ تَسْمَعُ اللَّهْوَ.
- Hadis Pendukung 3
لَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُومُ عَلَى بَابِ حُجْرَتِي، وَالْحَبَشَةُ يَلْعَبُونَ بِحِرَابِهِمْ، يَسْتُرُنِي بِرِدَائِهِ لِكَيْ أَنْظُرَ إِلَى لَعِبِهِمْ، ثُمَّ يَقُومُ حَتَّى أَكُونَ أَنَا الَّتِي أَنْصَرِفُ
Hadis-hadis ini diklasifikasikan sebagai:
• Hiburan pada hari raya
• Respons Nabi terhadap tarian
- Takhrij Hadis
Hadis utama diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahih Muslim, Juz 3, hal. 66, Bab Rukhsah fī al-La‘ib, nomor hadis 892. Adapun bunyi hadisnya adalah sebagai berikut:
حَدَّثَنَا زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا جَرِيرٌ عَنْ هِشَامٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ جَاءَ حَبَشٌ يَزْفِنُونَ فِي يَوْمِ عِيدٍ فِي الْمَسْجِدِ، فَدَعَانِي النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَوَضَعْتُ رَأْسِي عَلَى مَنْكِبِهِ، فَجَعَلْتُ أَنْظُرُ إِلَى لَعِبِهِمْ حَتَّى كُنْتُ أَنَا الَّتِي أَنْصَرِفُ عَنِ النَّظَرِ إِلَيْهِمْ.
Artinya:“Telah menceritakan kepada kami Zuhair bin Harb, telah menceritakan kepada kami Jarir dari Hisyam dari ayahnya dari Aisyah, ia berkata: Datang orang-orang Habasyah yang sedang bermain tombak pada hari raya di masjid. Maka Nabi memanggilku. Aku pun meletakkan kepalaku di pundaknya, lalu aku melihat permainan mereka hingga akulah yang berhenti melihatnya.”
Hadis Pendukung 1 diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal dalam Musnad Imam Ahmad, Juz 20, hal. 17, nomor hadis 12540.
حَدَّثَنَا عَبْدُ الصَّمَدِ قَالَ حَدَّثَنَا حَمَّادٌ عَنْ ثَابِتٍ عَنْ أَنَسٍ قَالَ كَانَتِ الْحَبَشَةُ يَزْفِنُونَ بَيْنَ يَدَي رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَيَرْقُصُونَ وَيَقُولُونَ: مُحَمَّدٌ عَبْدٌ صَالِحٌ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَا يَقُولُونَ؟.
قَالُوا: يَقُولُونَ: مُحَمَّدٌ عَبْدٌ صَالِحٌ.
Artinya: "Telah menceritakan kepada kami Abdul Shamad, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Hammad dari Tsabit dari Anas, ia berkata: Orang-orang Habasyah bermain tombak di hadapan Rasulullah, mereka menari dan berkata, "Muhammad adalah hamba yang saleh." Maka Rasulullah bertanya, "Apa yang mereka katakan?" Mereka menjawab, "Mereka mengatakan: Muhammad adalah hamba yang saleh."
Hadis Pendukung 2 diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Shahih Bukhari, Juz 5, hal. 1991, Bab Husni al-Mu‘āsyarati, nomor hadis 5190.
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدٍ حَدَّثَنَا هِشَامٌ أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ عَنِ الزُّهْرِيِّ عَنْ عُرْوَةَ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ
كَانَ الْحَبَشُ يَلْعَبُونَ بِحِرَابِهِمْ، فَسَتَرَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنَا أَنْظُرُ، فَمَا زِلْتُ أَنْظُرُ حَتَّى كُنْتُ أَنَا الَّتِي أَنْصَرِفُ فَاقْدُرُوا قَدْرَ الْجَارِيَةِ الْحَدِيثَةِ السِّنِّ تَسْمَعُ اللَّهْوَ.
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Muhammad, telah menceritakan kepada kami Hisyam, telah mengabarkan kepada kami Ma'mar dari Az-Zuhri dari Urwah dari Aisyah, ia berkata: Orang-orang Habasyah bermain tombak. Maka Rasulullah menutupiku (agar aku bisa melihat mereka) dan aku melihatnya. Aku terus melihat hingga akulah yang meninggalkan pandangan tersebut. Maka, perkirakanlah keadaan seorang gadis muda yang baru beranjak dewasa yang senang mendengarkan hiburan.”
Hadis Pendukung 3 diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal dalam Musnad Imam Ahmad, Juz 43, hal. 208, nomor hadis 26102.
حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ عُمَرَ قَالَ حَدَّثَنَا يُونُسُ عَنِ الزُّهْرِيِّ عَنْ عُرْوَةَ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ لَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُومُ عَلَى بَابِ حُجْرَتِي، وَالْحَبَشَةُ يَلْعَبُونَ بِحِرَابِهِمْ، يَسْتُرُنِي بِرِدَائِهِ لِكَيْ أَنْظُرَ إِلَى لَعِبِهِمْ، ثُمَّ يَقُومُ حَتَّى أَكُونَ أَنَا الَّتِي أَنْصَرِفُ.
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Utsman bin Umar, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Yunus dari Az-Zuhri dari Urwah dari Aisyah, ia berkata: Sungguh, aku pernah melihat Rasulullah berdiri di pintu kamarku, sementara orang-orang Habasyah sedang bermain tombak. Beliau menutupiku dengan selendangnya agar aku dapat melihat permainan mereka, kemudian beliau tetap berdiri hingga akulah yang meninggalkan tempat itu.”
- Analisis Makna Kata-Kata dalam Hadis
يلعب الحبشة: “Orang-orang Habasyah bermain.” Kata yal‘ab bisa berarti bermain atau melakukan gerakan fisik ringan, termasuk menari.
• بالدرق والحراب: Perisai dan tombak. Ini menunjukkan bentuk permainan/pergelaran seni bela diri, bukan tarian bebas tanpa tujuan.
Analisis dilakukan dengan merujuk pada:
• Kamus Lisān al-‘Arab
• Kamus Mukhtār aṣ-Ṣiḥāḥ
- Penjelasan Para Ahli dalam Syarah Hadis
Hadis utama menurut Imam Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim, Juz 6, hal. 490:
قَوْلُهَا: جَاءَ حَبَشٌ يَزْفِنُونَ فِي يَوْمِ عِيدٍ فِي الْمَسْجِدِ هُوَ بِفَتْحِ الْيَاءِ وَإِسْكَانِ الزَّايِ وَكَسْرِ الْفَاءِ، وَمَعْنَاهُ يَرْقُصُونَ وَحَمَلَهُ الْعُلَمَاءُ عَلَى التَّوَثُّبِ بِسِلَاحِهِمْ وَلَعِبِهِمْ بِحِرَابِهِمْ عَلَى قَرِيبٍ مِنْ هَيْئَةِ الرَّاقِصِ؛ لِأَنَّ مُعْظَمَ الرِّوَايَاتِ إِنَّمَا فِيهَا لَعِبُهُمْ بِحِرَابِهِمْ، فَيُتَأَوَّلُ هَذِهِ اللَّفْظَةُ عَلَى مُوَافَقَةِ سَائِرِ الرِّوَايَاتِ.
Artinya: “Ucapan Aisyah: "Ja'a Ḥabashun yazfinuna fī yaumi 'id fi al-masjid" Kalimat ini dengan membuka huruf ya', mensukunkan huruf za', dan memecahkan huruf fā', dan maknanya adalah "menari". Para ulama menafsirkannya sebagai melompat-lompat dengan senjata mereka dan bermain dengan tombak mereka dengan gerakan yang mendekati gaya penari, karena sebagian besar riwayat hanya menyebutkan permainan mereka dengan tombak mereka. Maka, kata tersebut ditakwilkan agar sesuai dengan riwayat lainnya.”
Dalam literatur lain, Imam Al-Baghawi dalam kitabnya Syarḥ al-Sunnah li al-Baghawi, Juz 4, halaman 324:
هذَا حَدِيثٌ مُتَّفَقٌ عَلَى صِحَّتِهِ، أَخْرَجَهُ مُحَمَّدٌ، عَنْ عَلِيٍّ، وَأَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ، عَنْ عَبْدِ بْنِ حُمَيْدٍ، كِلَاهُمَا عَنْ عَبْدِ الرَّزَّاقِ. وَرَوَى مُسْلِمٌ، عَنْ زُهَيْرِ بْنِ حَرْبٍ، عَنْ جَرِيرٍ، عَنْ هِشَامٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ عَائِشَةَ، قَالَتْ: جَاءَ حَبَشٌ يَزْفِنُونَ فِي يَوْمِ عِيدٍ فِي الْمَسْجِدِ، فَدَعَانِي النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَوَضَعْتُ رَأْسِي عَلَى مَنْكِبِهِ، فَجَعَلْتُ أَنْظُرُ إِلَى لَعِبِهِمْ. وَرُوِيَ عَنِ الشَّعْبِيِّ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّ عَلَى أَصْحَابِ الدِّرَكْلَةِ، فَقَالَ: خُذُوا يَا بَنِي أَرْفِدَةَ، حَتَّى تَعْلَمَ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى أَنَّ فِي دِينِنَا فُسْحَةً.
Artinya: Hadits ini disepakati keshahihannya. Hadits tersebut diriwayatkan oleh Muhammad dari Ali, dan diriwayatkan oleh Muslim dari 'Abd bin Humaid, keduanya dari 'Abdurrazzaq. Muslim meriwayatkan dari Zuhair bin Harb, dari Jarir, dari Hisyam, dari ayahnya, dari Aisyah, ia berkata:“Datanglah orang-orang Habasyah yang bermain tombak pada hari raya di masjid. Maka Nabi memanggilku. Aku pun meletakkan kepalaku di pundaknya, lalu aku melihat permainan mereka.” Diriwayatkan dari Asy-Sya’bi, bahwa Nabi melewati para pemain diraklah (tarian atau permainan tertentu), lalu beliau bersabda: “Bermainlah, wahai Bani Arfidah, hingga orang-orang Yahudi dan Nasrani mengetahui bahwa dalam agama kita ada keluasan (ruang hiburan yang diperbolehkan).”
».
Hadis Pendukung 1 menurut Muhammad bin Ali bin Adam bin Musa dalam kitabnya Dakhīrat al-‘Uqbā fī Syarḥ al-Mujtabā, Juz 17, halaman 244, Bab al-La‘ibu Bayna Yaday al-Imām Yaum al-‘Īd:
أَنَّهُ ابْتَدَأَهَا، وَفِي رِوَايَةِ عُبَيْدِ بْنِ عُمَيْرٍ، عَنْهَا عِنْدَ مُسْلِمٍ أَنَّهَا قَالَتْ لِلَّاعِبِينَ: "وَدِدْتُ أَنِّي أَرَاهُمْ"، فَفِي هَذَا أَنَّهَا سَأَلَتْ، وَيُجْمَعُ بَيْنَهُمَا بِأَنَّهَا التَمَسَتْ مِنْهُ ذَلِكَ، فَأَذِنَ لَهَا. وَفِي رِوَايَةِ النَّسَائِيِّ مِنْ طَرِيقِ أَبِي سَلَمَةَ، عَنْهَا: "دَخَلَ الْحَبَشَةُ، يَلْعَبُونَ، فَقَالَ لِي النَّبِيُّ: يَا حُمَيْرَاءُ، أَتُحِبِّينَ أَنْ تَنْظُرِي إِلَيْهِمْ؟ فَقُلْتُ: نَعَمْ"، إِسْنَادُهُ صَحِيحٌ.
Artinya: “Hadits ini dimulai dengan riwayat Ubaid bin Umair dari Aisyah dalam Shahih Muslim, di mana Aisyah berkata kepada para pemain, "Aku ingin melihat mereka." Dalam riwayat lain, Nabi sendiri yang menawarkan kepada Aisyah untuk melihat, sebagaimana dalam riwayat An-Nasa'i melalui Abu Salamah:"Orang-orang Habasyah masuk dan bermain. Nabi berkata kepadaku: 'Wahai Humaira, apakah engkau ingin melihat mereka?' Aku menjawab: 'Iya'." Sanad hadits ini shahih.
قَالَ الْحَافِظُ رَحِمَهُ اللَّهُ: وَلَمْ أَرَ فِي حَدِيثٍ صَحِيحٍ ذِكْرَ الْحُمَيْرَاءِ إِلَّا فِي هَذَا. وَفِي رِوَايَةِ أَبِي سَلَمَةَ هَذِهِ مِنَ الزِّيَادَةِ عَنْهَا، قَالَتْ: "وَمِنْ قَوْلِهِمْ يَوْمَئِذٍ: أَبَا الْقَاسِمِ طَيِّبًا"، كَذَا فِيهِ بِالنَّصْبِ، وَهُوَ حِكَايَةُ قَوْلِ الْحَبَشَةِ.
Al-Hafizh berkata: Saya tidak menemukan penyebutan kata "Humaira" dalam hadits yang shahih kecuali dalam riwayat ini. Dalam riwayat Abu Salamah tersebut, terdapat tambahan: "Pada hari itu, mereka berkata: 'Wahai Abu al-Qasim yang baik'." Kata "طيبًا" disebut dalam bentuk nasab, yakni dalam rangka mengutip ucapan orang-orang Habasyah.
وَلِأَحْمَدَ، وَالسِّرَاجِ، وَابْنِ حِبَّانَ مِنْ حَدِيثِ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: "أَنَّ الْحَبَشَةَ كَانَتْ تَزْفِنُ بَيْنَ يَدَي النَّبِيِّ، وَيَتَكَلَّمُونَ بِكَلَامٍ لَهُمْ، فَقَالَ: مَا يَقُولُونَ؟ قَالَ: يَقُولُونَ: مُحَمَّدٌ عَبْدٌ صَالِحٌ". وَلَفْظُ أَحْمَدَ: "كَانَتِ الْحَبَشَةُ يَزْفِنُونَ بَيْنَ يَدَي رَسُولِ اللَّهِ ، وَيَرْقُصُونَ، وَيَقُولُونَ: مُحَمَّدٌ عَبْدٌ صَالِحٌ"، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ: "مَا يَقُولُونَ؟"، قَالُوا: يَقُولُونَ: مُحَمَّدٌ عَبْدٌ صَالِحٌ.
Dalam riwayat Ahmad, As-Siraj, dan Ibnu Hibban dari Anas ra: "Orang-orang Habasyah bermain di hadapan Nabi dan berbicara dengan bahasa mereka. Nabi bertanya: 'Apa yang mereka katakan?' Mereka menjawab: 'Mereka mengatakan: Muhammad adalah hamba yang saleh.' Lafaz Ahmad menyebutkan: "Orang-orang Habasyah bermain di hadapan Rasulullah sambil menari dan berkata: 'Muhammad adalah hamba yang saleh.' Maka Rasulullah bertanya: 'Apa yang mereka katakan?' Mereka menjawab: 'Muhammad adalah hamba yang saleh.'"
(فَكُنْتُ أَطَّلِعُ إِلَيْهِمْ) أي أَنْظُرُ إِلَى لَعِبِهِمْ (مِنْ فَوْقِ عَاتِقِهِ) هُوَ مَا بَيْنَ الْمَنْكِبِ وَالْعُنُقِ، وَهُوَ مَوْضِعُ الرِّدَاءِ، وَيُذَكَّرُ وَيُؤَنَّثُ، وَالْجَمْعُ عَوَاتِقُ، قَالَهُ فِي "الْمِصْبَاحِ". وَفِي رِوَايَةِ الْبُخَارِيِّ: "فَأَقَامَنِي وَرَاءَهُ، خَدِّي عَلَى خَدِّهِ". وَفِي رِوَايَةِ مُسْلِمٍ: "فَوَضَعْتُ رَأْسِي عَلَى مَنْكِبِهِ". وَفِي رِوَايَةِ أَبِي سَلَمَةَ الْمَذْكُورَةِ: "فَوَضَعْتُ ذَقَنِي عَلَى عَاتِقِهِ، وَأَسْنَدْتُ وَجْهِي إِلَى خَدِّهِ". وَفِي رِوَايَةِ عُبَيْدِ بْنِ عُمَيْرٍ، عَنْهَا: "أَنْظُرُ بَيْنَ أُذُنِهِ وَعَاتِقِهِ". وَمَعَانِيهَا مُتَقَارِبَةٌ، وَرِوَايَةُ أَبِي سَلَمَةَ أَبْيَنُهَا. وَفِي رِوَايَةِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ عُرْوَةَ الْآتِيَةِ فِي الْبَابِ التَّالِي: "يَسْتُرُنِي بِرِدَائِهِ، وَأَنَا أَنْظُرُ".
Adapun kalimat (فَكُنْتُ أَطَّلِعُ إِلَيْهِمْ), maksudnya adalah aku melihat permainan mereka dari atas bahunya (مِنْ فَوْقِ عَاتِقِهِ), yakni dari antara pundak dan lehernya. Kata "عاتق" adalah tempat meletakkan selendang dan dapat berfungsi sebagai kata maskulin maupun feminin. Bentuk jamaknya adalah "عواتق" sebagaimana disebutkan dalam kitab "al-Misbah". Dalam riwayat al-Bukhari disebutkan: "Maka ia (Nabi) mendirikanku di belakangnya, pipiku bersentuhan dengan pipinya." Dalam riwayat Muslim: "Aku meletakkan kepalaku di atas pundaknya." Dalam riwayat Abu Salamah: "Aku meletakkan daguku di atas bahunya dan menyandarkan wajahku ke pipinya." Dalam riwayat Ubaid bin Umair: "Aku melihat antara telinga dan pundaknya." Semua maknanya berdekatan, namun riwayat Abu Salamah adalah yang paling jelas. Dalam riwayat az-Zuhri dari Urwah, disebutkan: "Ia (Nabi) menutupi aku dengan selendangnya dan aku melihat permainan mereka."
قَالَ الْحَافِظُ: وَيُتَعَقَّبُ بِهِ عَلَى الزَّيْنِ بْنِ الْمُنَيِّرِ فِي اسْتِنْبَاطِهِ مِنْ لَفْظِ حَدِيثِ الْبَابِ جَوَازُ اكْتِفَاءِ الْمَرْأَةِ بِالتَّسَتُّرِ بِالْقِيَامِ خَلْفَ مَنْ تَسْتَتِرُ بِهِ، مِنْ زَوْجٍ، أَوْ ذِي رَحِمٍ مُحَرَّمٍ، إِذَا قَامَ ذَلِكَ مَقَامَ الرِّدَاءِ، لِأَنَّ الْقِصَّةَ وَاحِدَةٌ، وَقَدْ وَقَعَ فِيهَا التَّنْصِيصُ عَلَى وُجُودِ التَّسَتُّرِ بِالرِّدَاءِ. (فَمَا زِلْتُ أَنْظُرُ إِلَيْهِمْ) أَيْ إِلَى لَعِبِهِمْ (حَتَّى كُنْتُ أَنَا الَّتِي انْصَرَفْتُ). وَفِي رِوَايَةِ الزُّهْرِيِّ عِنْدَ الْبُخَارِيِّ: "حَتَّى أَكُونَ أَنَا الَّتِي أَسْأَمُ". وَفِي رِوَايَةٍ لِمُسْلِمٍ مِنْ طَرِيقِهِ: "ثُمَّ يَقُومُ مِنْ أَجْلِي حَتَّى أَكُونَ أَنَا الَّتِي أَنْصَرِفُ". وَفِي رِوَايَةِ يَزِيدِ بْنِ رُومَانَ عِنْدَ النَّسَائِيِّ فِي "الْكُبْرَى" (18/ 8957): أَمَا شَبِعْتِ؟ قَالَتْ: "فَجَعَلْتُ أَقُولُ: لَا، لِأَنْظُرَ مَنْزِلَتِي عِنْدَهُ".
Al-Hafizh berkata: Dalam riwayat ini terdapat bantahan terhadap pendapat az-Zain bin al-Munir yang menyimpulkan dari teks hadits bahwa cukup bagi seorang wanita untuk berlindung di balik seorang laki-laki, baik suami atau mahram, jika itu bisa menggantikan fungsi selendang atau penutup. Sebab, dalam riwayat ini secara tegas disebutkan bahwa Rasulullah menggunakan selendang sebagai penutup. Dalam kalimat (فَمَا زِلْتُ أَنْظُرُ إِلَيْهِمْ), maksudnya adalah aku terus melihat permainan mereka (إِلَى لَعِبِهِمْ) hingga aku merasa bosan (حَتَّى كُنْتُ أَنَا الَّتِي انْصَرَفْتُ). Dalam riwayat az-Zuhri dalam Shahih al-Bukhari disebutkan: "Sampai aku sendiri yang merasa bosan." Dalam riwayat Muslim dari jalur yang sama disebutkan: "Kemudian beliau tetap berdiri untukku hingga aku sendiri yang pergi." Dalam riwayat Yazid bin Ruman dalam an-Nasa'i al-Kubra (18/8957), terdapat dialog: "Apakah kamu sudah puas?" Aku pun terus berkata: "Belum." Tujuannya adalah agar aku dapat mengetahui kedudukanku di sisinya (Nabi).
Hadis Pendukung 2 menurut Ibnu Hajar al-Asqalani dalam kitabnya Fatḥ al-Bārī bi Syarḥi al-Bukhārī, Juz 9, halaman 255, Bab Husni al-Mu‘āsyarati:
قَالَ ابْنُ الْمُنِيرِ: نَبَّهَ بِهَذِهِ التَّرْجَمَةِ عَلَى أَنَّ إِيرَادَ النَّبِيِّ هَذِهِ الْحِكَايَةَ - يَعْنِي حَدِيثَ أُمِّ زَرْعٍ - لَيْسَ خَلِيًّا عَنْ فَائِدَةٍ شَرْعِيَّةٍ، وَهِيَ الْإِحْسَانُ فِي مُعَاشَرَةِ الْأَهْلِ. قُلْتُ: وَلَيْسَ فِيمَا سَاقَهُ الْبُخَارِيُّ التَّصْرِيحُ بِأَنَّ النَّبِيَّ أَوْرَدَ الْحِكَايَةَ، وَسَيَأْتِي بَيَانُ الِاخْتِلَافِ فِي رَفْعِهِ وَوَقْفِهِ، وَلَيْسَتِ الْفَائِدَةُ مِنَ الْحَدِيثِ مَحْصُورَةً فِيمَا ذُكِرَ، بَلْ سَيَأْتِي لَهُ فَوَائِدُ أُخْرَى: مِنْهَا مَا تَرْجَمَ عَلَيْهِ النَّسَائِيُّ، وَالتِّرْمِذِيُّ. وَقَدْ شَرَحَ حَدِيثَ أُمِّ زَرْعٍ إِسْمَاعِيلُ بْنُ أَبِي أُوَيْسٍ شَيْخُ الْبُخَارِيِّ، رَوَيْنَا ذَلِكَ فِي جُزْءِ إِبْرَاهِيمَ بْنِ دِيزِيلَ الْحَافِظِ مِنْ رِوَايَتِهِ عَنْهُ.
Ibnu al-Munir berkata: Dengan judul bab ini, al-Bukhari ingin menunjukkan bahwa penyebutan kisah Ummu Zar' oleh Nabi bukanlah tanpa tujuan syar'i. Tujuannya adalah untuk memberikan pelajaran tentang pentingnya berbuat baik dalam pergaulan dengan istri. Saya (penulis) berkata: Dalam apa yang disampaikan oleh al-Bukhari, tidak ada pernyataan eksplisit bahwa Nabi sendiri yang menyampaikan kisah ini. Nanti akan dijelaskan perbedaan pendapat mengenai apakah kisah ini marfu' (disandarkan kepada Nabi) atau mauquf (disandarkan kepada sahabat). Selain itu, manfaat yang bisa diambil dari hadits ini tidak terbatas pada apa yang telah disebutkan oleh Ibnu al-Munir. Akan datang manfaat-manfaat lain yang dijelaskan oleh an-Nasa'i dan at-Tirmidzi. Ismail bin Abu Uwais, guru Imam al-Bukhari, telah menjelaskan hadits Ummu Zar'. Kami meriwayatkan penjelasan ini dari kitab Ibrahim bin Dzeel al-Hafizh, melalui jalur riwayatnya dari Ismail.
Hadis Pendukung 3 menurut Ahmad bin Abdurrahman bin Muhammad al-Banna dalam kitabnya al-Fatḥ al-Rabbānī li Tartīb Musnad Ahmad, Juz 16, halaman 236, Bab al-Ḥudūd wa al-Ḥissī:
(وَعَنْهَا أَيْضًا) قَالَتْ لَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُومُ عَلَى بَابِ حُجْرَتِي وَالْحَبَشَةُ يَلْعَبُونَ بِحِرَابِهِمْ يَسْتُرُنِي بِرِدَائِهِ لِكَيْ أَنْظُرَ إِلَى لَعِبِهِمْ ثُمَّ يَقُومُ حَتَّى أَكُونَ أَنَا الَّتِي أَنْصَرِفُ
(Dari Aisyah رضي الله عنها, ia berkata: "Aku melihat Rasulullah ﷺ berdiri di pintu kamarku, sementara orang-orang Habasyah bermain tombak. Beliau menutupiku dengan selendangnya agar aku dapat melihat permainan mereka. Beliau terus berdiri hingga akulah yang beranjak pergi."
- Pemetaan Sistematis-Korelatif
NO |
Aspek |
Hasil Temuan |
1 |
Tema |
Tarian / permainan dalam Islam |
2 |
Konteks Hadis |
Hari raya, bentuk permainan budaya |
3 |
Sikap Nabi |
Membiarkan bahkan memfasilitasi Aisyah menonton |
4 |
Batasan Syariat |
Tidak mengandung unsur maksiat |
5 |
Relevansi |
Kesenian dalam Islam diperbolehkan selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama |
- Pemaparan Hasil Kajian
Hadis tentang permainan orang-orang Habasyah pada hari raya menunjukkan bahwa Islam tidak mengharamkan segala bentuk tarian atau hiburan. Justru, Nabi ﷺ sendiri memberikan kesempatan kepada istrinya untuk menonton pertunjukan tersebut sebagai bentuk ekspresi kegembiraan. Namun demikian, kegiatan tersebut memiliki batasan yang harus dijaga, seperti:
- Tidak dilakukan dalam konteks maksiat
- Tidak bercampur bebas antara laki-laki dan perempuan
- Tidak diiringi musik yang dilarang atau gerakan sensual
Kesimpulan
Kajian ini menyingkap dimensi estetika dan toleransi dalam Sunnah Nabi ﷺ melalui pendekatan tematik-analitik terhadap hadis-hadis tentang permainan dan tarian orang-orang Habasyah di masjid pada hari raya. Dengan menjadikan hadis riwayat Muslim sebagai inti, lalu memperkaya perspektif dengan hadis-hadis pendukung dari Bukhari, Ahmad, dan lainnya, penelitian ini menunjukkan bahwa Islam mengakui ruang ekspresi budaya selama tidak melanggar prinsip-prinsip syariat. Sikap Nabi ﷺ yang membiarkan bahkan memfasilitasi Sayyidah ‘Aisyah menyaksikan pertunjukan menjadi bukti otentik bahwa kesenian, dalam bentuknya yang bermartabat, dapat hadir sebagai bagian dari keindahan Islam. Pemaknaan kata, takhrij, dan syarah para ulama seperti Imam Nawawi, Al-Baghawi, dan Ibnu Hajar, mengafirmasi bahwa "zafn" atau tarian yang disebut dalam hadis merupakan permainan bersenjata yang bernilai simbolik dan kultural, bukan bentuk hiburan bebas. Hasil kajian ini menegaskan bahwa Islam bukan agama yang membelenggu kegembiraan, tetapi membimbingnya dalam koridor etika dan nilai. Dalam konteks tren modern seperti joget Velocity di media sosial, hadis ini memberi dasar normatif untuk membedakan antara hiburan yang diridhai dan yang terlarang. Maka, Islam adalah agama yang tidak hanya membolehkan seni, tetapi mengarahkan seni agar menjadi jalan menuju makna, bukan sekadar pelarian dari hampa.
Daftar Pustaka
- Imam Muslim, Shahih Muslim, Juz 3, hal. 66
- Imam Ahmad bin Hanbal, Musnad Imam Ahmad, Juz 20, hal. 17
- Imam Bukhari, Shahih Bukhari, Juz 5, hal. 1991
- Imam Nawawi, Syarah Shahih Muslim, Juz 6, hal. 490
- Imam Al-Baghawi, Syarḥ al-Sunnah li al-Baghawi, Juz 4, hal. 324:
- Muhammad bin Ali bin Adam bin Musa, Dakhīrat al-‘Uqbā fī Syarḥ al-Mujtabā, Juz 17, hal. 244
- Ibnu Hajar al-Asqalani, Fatḥ al-Bārī bi Syarḥi al-Bukhārī, (Mesir: Maktabah Salafiyah, 1971), Juz 9, hal. 255
- Ahmad bin Abdurrahman bin Muhammad al-Banna, al-Fatḥ al-Rabbānī li Tartīb Musnad Ahmad, (Beirut: Maktabah Islamiy, 1983), Juz 16, halaman 236

Mahasiswa
0 Pengikut

Analisis Hadis Tematik tentang Joget Tren Velocity di Media Sosial
Minggu, 15 Juni 2025 23:20 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler